Dear Fiona,
Aku hanya
bisa mengagumimu dengan sederhana ketika derap langkahmu terdengar indah ditelinga.
Memunculkan debaran rasa yang tidak menentu. Aku hanya bisa memujamu dari sini, dari sisi
gelapku yang tidak pernah kau lihat. Aku akan selalu menjadi pemujamu dengan
segala hal yang ada dalam dirimu.
Selamat
pagi.
-CA-
Aku melipat
kembali surat yang baru aku baca dan memasukkannya kembali dalam amplop warna
pink bergambar hello kitty. Sudah beberapa hari ini setiap pagi ketika aku tiba
disekolah, dimejaku sudah tergeletak setangkai mawar putih dan surat berjenis
sama dan tanpa nama. Hanya ada inisial huruf CA di pojok kanan bawah suratnya.
“ Surat dari
penggemar rahasiamu lagi?” suara Lira, sahabatku membuatku sedikit kaget. Surat
yang aku pegang tadi kini sudah berpindah ketangannya. Aku bisa menebak sebentar
lagi dia pasti dengan nada menjengkelkannya itu akan mengolok-olokku.
“Ini
romantis, Fiona. Sungguh. Mawar putih dan puisi – puisi yang kamu dapatkan
setiap hari. Ah, biar aku menebak. Pasti dia orang yang sungguh romantis”.
“Menurutmu
itu menyenangkan dan romantis? Bahkan itu adalah hal konyol dan sungguh tidak
lucu.” Aku memelototkan mata ke arah Lira, sambil mengacak pinggang. Dia hanya
tertawa melihat ekspresiku, dia selalu berusaha meyakinkan aku bahwa itu adalah
hal yang romantis baginya dan sama sekali tidak menurutku.
“Kamu harus
melakukan sesuatu. Kamu harus menulis surat balasan untuknya. Kamu harus
bertemu dengannya dan aku akan senang hati membantumu”.
“Mau bertemu
denganku?” suara berat Alex, sahabatku yang terbiasa selalu datang terlambat
ikut bergabung setelah meletakkan ranselnya dimeja disamping tempat dudukku.
“Bukan kamu
Alex. Dengar kita berdua harus membantu Fiona untuk menemukan pengagum
rahasianya. Agar dia tidak penasaran lagi”.
“Dengar
Lira, aku tidak pernah merasa penasaran. Dia itu tidak lebih dari seorang
pengecut bagiku. Alex, berikan buku PR-mu. Aku akan menyalinnya”.
“Apakah kamu
tidak ingin bertemu dengan pengagummu itu?” tanya Alex seraya memberikan buku
PR-nya.
"Hentikan ocehanmu, Alex"
***
Akhir –
akhir ini aku benci berangkat sekolah pagi – pagi. Surat dari entah siapa itu
membuatku agak risih. Sudah beberapa minggu mawar putih dan surat itu selalu
ada dimejaku tanpa absen barang sehari pun.
Seperti pagi
ini, saat aku memasuki kelasku yang masih sepi dimejaku sudah ada mawar putih
dan surat seperti biasa seperti hari sebelumnya. Dengan malas aku membuka
amplop dan mengeluarkan surat itu lalu membacanya.
Dear Fiona,
Ada saat-saat
aku merasa menjadi lelaki yang paling bodoh dan pengecut. Hanya bisa menyapamu
lewat tulisan singkat. Tapi aku merasa nyaman dengan semua yang kulakukan ini.
Kadang logika menertawakan hati. Aku tidak tahu harus apa dan bagaimana. Mungkin
hingga saatnya tiba kau akan mengerti.
Selamat
pagi.
-CA-
Handphoneku
berbunyi. Satu pesan masuk dari Alex yang menyuruhku segera ke kantin. Karena dia
dan Lira sudah menungguku dari tadi disana. Akupun bergegas setelah memasukkan
surat dan mawar putih itu ke dalam ranselku.
“ Kenapa
mukanya kusut begitu?” sapa Alex ketika aku sudah berada di kantin.
“Apalagi
yang membuat dia terlihat kusut kalau bukan surat-surat dari penggemarnya itu”
Lira terkekeh.
“ sudahlah,
kalau kalian membicarakannya aku akan pergi dari sini” aku sudah ingin beranjak
pergi ketika Alex memegang tanganku, menyuruhku duduk kembali.
“Ada yang
ingin aku sampaikan pada kalian berdua. Maafkan aku mungkin ini adalah
pertemuan terakhir kita disekolah. Karena minggu besok setelah aku selesai
beribadah di gereja, aku akan berangkat ke Paris melanjutkan sekolahku di sana”.
“Kenapa
mendadak sekali? Kamu masih bisa pergi setelah kita lulus SMA nanti. Kenapa
harus sekarang?
“Fiona,
ayahku sudah mengurus semuanya dan besok aku harus berangkat”
“Kenapa kamu
baru memberitahu kami sekarang? Apa kamu menganggap aku dan Fiona tidak
penting?”
“ tidak
begitu, Lira. Kalian sangat penting bagiku. Kalian sahabat terbaikku. Sudahlah kita
masih bisa berkomunikasi bukan? Ada Facebook,
Twitter, BBM, ada video call juga. Sesekali juga aku akan balik ke Indonesia”
***
Ada rasa
kehilangan juga ketika berpisah dengan Alex di bandara tadi. Aku tidak dapat
menyembunyikan rasa sedihku. Aku menangis sejadi-jadinya. Hingga didetik –
detik terakhir keberangkatannya pun Alex masih saja sibuk membujukku,
meyakinkan semuanya akan baik-baik saja.
Aku teringat
sesuatu. Sebelum Alex berangkat dia memberi sebuah surat untukku. Surat bersampul
warna ungu itu aku buka lalu aku baca tulisannya disana.
Dear Fiona,
Perkenalkan,
aku adalah pengagum rahasiamu yang sudah lama ada dihidupmu tapi tak pernah kau
sadari. Aku adalah pengagum rahasiamu yang selalu memperhatikanmu diam-diam
ketika kau berjalan di sampingku sepulang sekolah. Ketika kau tidur dikelas
saat pelajaran yang menurutmu membosankan. Ketika kau mulai jengkel dengan
sikapku yang selalu mengganggumu. Aku adalah pengagum rahasiamu yang benar
paling menginginkanmu dihari-harinya karena begitu mencintaimu.
Kadang kala
aku mengingkari perasaan ini terhadapmu. Tapi hati ini selalu meyakinkan aku
bahwa itu adalah yang paling benar. Adakala aku merasa gila dengan rindu ini
yang sungguh sangat membuatku terpuruk dan terjatuh.
Kau sudah
tahu kan sekarang siapa yang selalu mengirimmu mawar putih disetiap paginya? Kau
pernah mengatakannya bahwa dia adalah seorang pengecut. Ya benar. Aku adalah
seorang pengecut. Aku selalu menertawakan tingkah bodohku itu. Aku hanya berani
menyapamu lewat tulisan singkat. Aku hanya bisa jatuh cinta diam – diam padamu.
Andai saja
mudah mengatakan cinta ketika kita memiliki perbedaan. Apakah perbedaan ini
hanya akan menjadi penghalang? Apakah cinta dan agama tidak bisa disatukan? Aku
hanya tidak tahu jawabannya.
-Cristiano
Alex-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar