Sekarang pukul setengah delapan malam, udara di luar begitu
dingin masuk melalui ventilasi kamar kostku.
Sejak tadi aku terpekur di sudut tempat tidur tidak ada yang dikerjakan,
hanya duduk sambil mendengarkan beberapa lagu. Aku mengaku, aku sedang mendengarkan
lagumu. Aku tidak tahu bahwa aku masih menyimpan lagu – lagumu itu, setelah
mengacak lagu – lagu di leptopku lagumu itu ada di daftar lagu – lagu lama yang
ingin aku hapus, tapi tidak untuk lagumu. Aku masih ingin menyimpannya.
Kenangan kita dulu.
Sejak tadi aku memutar ulang lagu – lagu itu, lagu yang dulu
pernah kau nyanyikan jika aku sedang bosan atau jika ku sedang marah padamu.
Dengan santai kau memetik gitar kesayanganmu itu sambil menyanyikan sebuah lagu
yang kau pernah bilang bahwa lagu itu kau ciptakan untukku. Aku sangat menyukai
lagu itu. Benar, romantis. Perlahan aku menunjukkan sebuah senyuman lebar dan
memintamu melanjutkan lagu itu dan kita bernyanyi bersama. Kau tahu, aku selalu
malu jika kita bernyanyi bersama. Suaraku tidak sebagus suaramu. Tapi kau tetap
memaksanya, kau bilang kalau kau dan bandmu itu suatu saat menjadi terkenal aku
bangga karena pernah berduet dengan vokalisnya.
Jadi, kau sedang apa sekarang? Biasanya kau sedang menyanyi
sambil memetik gitar di halaman rumahmu. Dan aku bisa mendengarnya dari
rumahku. Kau pernah bilang bahwa jika kau bernyanyi dengan suara kerasmu itu
kau ingin aku mendengarkannya bahwa kau sedang rindu. Kau bisa saja datang ke
rumahku yang hanya beberapa langkah dari rumahmu, tapi kau tidak mau
melakukannya karena kau tidak ingin mengganggu waktu belajarku.
Aku masih ingat saat hari ulang tahunmu. Malamnya kau harus
tampil di salah suatu acara. Kau mengajakku untuk menemanimu, dan setelahnya
kita merayakan ulang tahunmu bersama. Tapi aku menolak. Kau marah padaku dan
enggan mendengarkan alasanku. Aku biarkan saja, padahal aku sudah menyiapkan
sebuah kejutan untukmu saat itu. Kau yang tidak menyangka akan diberi kejutan
sangat kaget. Aku masih bisa menggambarkan ekspresimu saat itu. Aku masih ingat.
Mungkin saat itu kau terlalu merasa bahagia sampai akhirnya kau menangis.
Aku masih ingat dengan jelas hal – hal menyenangkan dulu.
Hal – hal yang mungkin sudah kau lupakan. Entahlah, aku tidak tahu perasaanmu
saat ini. Tapi perasaanku tetap seperti yang dulu kepadamu. Dari jarak ratusan
kilometer ini pun, aku masih diam-diam memperhatikanmu dari dunia maya. Iya,
masih. Dan kau jelas tidak tahu. Dan sekali lagi hanya bisa menulis sebuah
surat konyol, surat yang tidak akan pernah sampai padamu. Tapi aku senang
melakukannya.
Aku masih berharap suatu saat, kau akan melihatku. Takdirmu.