Malam ini dingin sekali, aku menarik
selimut hingga menutupi seluruh tubuhku, terasa hangat dan nyaman. Malam sudah
larut tapi entah beberapa hari ini aku tidak bisa tidur. Insomnia mendadak, aku
teringat perkataan sahabatku Anis. Aku menceritakan semua keluh kesahku pada
Anis, hanya dia yang mengerti berantakannya hatiku sekarang.
“ sudahlah Dis, lupakan saja. Nikmati
hidupmu sekarang. Hidup itu indah jika dinikmati abaikan saja yang membuatmu
tidak nyaman..”
Yaah, andai semudah itu Nis, gumamku
dalam hati. Aku hanya diam mendengarnya bercuap – cuap, begitulah Anis.cerewet.
tapi Aku suka. Ceplas – ceplos, dia berbicara apa saja sampai aku tertawa.
“ hey Dis, are you there?” aku bisa
mendengar suara gemesnya diujung telefon sana. Aku terkekeh lalu menjawab “
iyya aku masih disini..”
“Aku tidak habis pikir saja aku bisa
bertemu dengannya lagi, Nis setelah susah payah selama ini aku melupakan dia..”
“ iyya aku Cuma bisa bersimpati, tidak
ada yang benar – benar tahu rasanya persaan seseorang karena dia tidak
mengalaminya, tapi aku tahu kamu sangat terpukul. Mantan pacar tersayangmu
bertunangan dengan sahabat terbaikmu. Aku tidak bisa membayangkannya..” Aku
tertawa saja mendengar ocehannya
.
Ardy. Cowok yang (masih) mendapat tempat
special di hatiku itu masih saja membuat jantungku copot dari tempatnya saat
bertemu lagi dengannya. Cowok yang selama 7 tahun itu pernah menjadi bagian
dari cerita cintaku. Pernah. Sebelum hubungan kami berakhir karena dia terlalu
sibuk dengan bandnya. Di tambah gosip –
gosip kedekatannya dengan cewek yang membuat telingaku panas.
Akhirnya kami memutuskan untuk break.
Ardy masih sering menelponku, meng-smsku. Tapi seiring dengan berjalannya waktu
sudah sangat jarang bahkan hilang sama sekali. Aku mengerti kesibukannya
sebagai anak band yang manggung sana sini, dan aku hanya tidak ingin mengganggunya. Dan aku
memutuskan untuk melupakannya saja.
Yaa begitulah. Aku tidak bisa benar -
benar melupakannya, padahal kata orang – orang terdekatku aku adalah penderita
pelupa yang sudah sangat akut. Tapi kenapa sosok Ardy saja tidak bisa aku
lupakan bahkan tidak untuk sejenak.
Sekarang, setelah hampir 1 setengah
tahun tidak berhubungan. Aku kembali bertemu dengan sosoknya itu kali ini
dengan sahabatku Nuri yang sempat memarahiku sewaktu aku memutuskan untuk break
dengan Ardy. Dulu Nuri sangat tergila – gila pada Ardy, suaranya bikin meleleh,
katanya padaku dulu. Dia tidak pernah mau berkenalan dengan Ardy takut merebut
Ardy dariku, alasannya waktu itu. Dan sekarang dia bersamanya..
“ hallo Dis, Hallo.... “ suara Anis
diujung telfon sana membuyarkan lamunanku
“ iyya Nis, maav yaa. Hehhee “
“ ihh malah ketawa ngelamun lagi yaa
atau udah ngantuk? Tidur sudah yaa kalau
begitu..”
“ iyyaa Nis, thanks udah dengerin aku
curhat malam ini “
“ Selalu ada buat kamu Dis.. Bonsour.” Klik. Sambungan terputus.
***
Matahari siang ini begitu terik,untung
saja kuliahku berakhir lebih awal karena tadi dosennya hanya memberikan tugas
saja. Biarlah dikasih tugas, asalkan aku hari ini tidak mendengar ocehan dosen
yang entah kenapa selalu membuat mataku berat. Moodku juga tidak begitu bagus hari ini.
Aku membereskan semua barangku dan
memasukkannya dalam ransel lalu keluar dari ruangan. Aku langsung berbelok
menuju parkiran yang terletak di utara gedung kuliahku. Aku berjalan cepat ke
arah Honda Jazz-ku, aku ingin cepat sampai rumah. Aku ingin mengunci diri di
kamar, menyendiri, tidak ada yang mengganggu. Oh Tuhan, kenapa aku ingin
mengasingkan diri seperti ini? Entahlah. Aku hanya ingin menyepi. Itu saja!
Aku melangkah cepat masuk ke dalam
rumahku, aku benar – benar lelah hari ini. Entah, jangan tanyakan padaku apa
yang membuatku lelah karena aku tidak tahu jawabannya. Langkahku terhenti, aku
kaget mendapati orang yang paling tidak ingin kutemui hari sedang duduk manis
di teras rumahku. Ardy. Aku mendesah.
“ Dis, sudah pulang ya?” sapanya seraya
bangkit dari tempat duduknya lalu menghampiriku.
“ Sudah..” jawabku ketus. Oh tidak, aku
tidak bermaksud seperti itu. Aku menatap wajah Ardy melihat perubahan raut
wajahnya. “ ada perlu apa, Dy? “ tanyaku, kali ini dengan suara rendah dan
pelan.
“ aku.. ini “ katanya ragu, sambil
menyodorkan sebuah undangan. “ ini undangan pertunanganku dan Nuri, dia tidak
bisa datang karena ada urusan jadi dia memintaku mengantarkannya untukmu, dan
dia titip salam untukmu “
Speechless.
Aku kehilangan seluruh kosakata yang telah kuhafalkan dari saat aku mulai bisa
berbicara. tenggorokanku tercekat. Aku sadar saat ini aku menahan nafas, aku
menarik napas dan menghembuskannya perlahan kemudian memaksakan seulas senyumku
pada Ardy.
“ aku pasti datang.. “ kataku pelan
sambil menerima undangan pemberian Ardy.
Ardy tersenyum padaku, lalu menatap
lembut mataku. Oh tidak, aku bisa gila menatap matanya lama – lama. Aku
menunduk. Ardy mengacak pelan rambutku. Bagian yang sangat aku suka, Tuhan.
Dadaku tiba-tiba sesak terasa nyeri. Aku
ingin berteriak, menangis tapi akal sehatku mencegahnya. Perlahan Ardy menjauh
dari hadapanku. Ya sebaiknya begitu. Aku berlari cepat menuju kamarku tanpa
menoleh ke belakang lagi.
***
Atas dukungan (lebih tepatnya paksaan)
dari Anis, akhirnya aku berdiri disini diacara yang bisa dibilang mewah. Yah,
pertunangan mereka. Anis tidak bisa menemaniku, karena dia harus menemani
ibunya ke Yogya. Aku menarik napas dan menghembuskannya pelan. Aku hanya harus
masuk lalu memberikan ucapan selamat dan kemudian meninggalkan tempat ini, dan
setelah itu semuanya akan baik – baik saja, pikirku.
Aku memasuki ruangan pesta itu,
pemandangan yang membuat aku kehilangan keseimbangan untuk beberapa detik,
menyambutku. Pertukaran cincin. Mereka berdua terlihat begitu bahagia. Setelah
acara pertukaran cincin selesai, aku melangkah menghampiri mereka memberi
ucapan selamat. Nuri memelukku ketika melihatku datang, aku beralih ke Ardy
sambil menunduk aku menjabat tangannya lalu pergi dari hadapannya. Tidak aku
sama sekali tidak ingin melihatnya kali ini.
Aku berjalan cepat menuju sebuah meja
minuman. Aku mengambilnya satu lalu melihat sekeliling. Aku berjalan ke sudut
ruangan yang disinari lampu remang – remang. Aku menyeruput sedikit minumanku
sambil melihat ke arah Ardy yang sedang sibuk menerima ucapan selamat. Yaa, aku
hanya ingin melihatnya dari sini di sudut remang – remang ini tempat yang bisa
membuatku menatap sepuas hatiku, tempat yang mungkin akan luput dari
pandangannya..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar